Tag Archive for: Vulnerable

Metode otopsi verbal terbukti efektif dalam mengungkap penyebab kematian di Sleman. Lebih banyak perempuan meninggal dibandingkan laki-laki selama periode 2014-2017. Mayoritas kematian terjadi pada individu berusia 65 tahun ke atas. Sebagian besar kematian disebabkan oleh faktor alami.

Kematian adalah peristiwa alamiah yang tak terhindarkan dalam kehidupan manusia. Memahami konteks dan faktor yang menyertainya memiliki signifikansi penting dalam pengambilan keputusan di bidang kesehatan dan kebijakan. Verbal autopsy (otopsi verbal) merupakan metode yang digunakan untuk menentukan penyebab kematian melalui wawancara dengan keluarga dekat atau pengasuh orang yang meninggal. 

Wawancara ini melibatkan pengisian kuesioner standar untuk mengumpulkan informasi tentang gejala, riwayat medis, dan keadaan sebelum kematian. Kemudian Algoritma yang dibuat profesional kesehatan digunakan untuk menganalisis dan mengidentifikasi informasi penyebab kematian yang paling mungkin. Tujuan utama dari verbal autopsy adalah untuk menggambarkan penyebab kematian pada tingkat komunitas atau populasi di daerah di mana sertifikat kematian medis belum tersedia. 

Studi terbaru yang menggunakan data dari Health and Demographic Surveillance System (HDSS) Sleman menggali berbagai aspek kematian dengan memanfaatkan verbal autopsy (otopsi verbal) sebagai instrumen yang valid. Sebuah penelitian terbaru menggunakan metode observasional dilakukan untuk menganalisis data kematian yang terdokumentasikan dalam otopsi verbal selama empat tahun, dari 2014 hingga 2017. Studi ini memberikan wawasan menarik tentang pola dan penyebab kematian.

Studi ini menggunakan analisis statistik deskriptif untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang lanskap kematian di Sleman. Penggunaan data otopsi verbal terbukti sangat efektif dalam membedakan antara kematian alami dan tidak alami, dan menunjukkan keunggulan otopsi verbal sebagai alat untuk analisis kematian yang komprehensif.

Salah satu temuan penting adalah distribusi jenis kelamin dalam kasus kematian dari tahun 2014 hingga 2017, yang menunjukkan bahwa penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak meninggal daripada laki-laki. Studi ini juga mengungkap bahwa sebagian besar kematian terjadi pada individu yang berusia 65 tahun ke atas. Hal ini menunjukkan perlunya intervensi kesehatan yang sesuai untuk populasi lanjut usia.

Mayoritas kematian yang tercatat merupakan kematian alami, yang berhubungan dengan proses penuaan dan penyakit terkait usia. Namun, beberapa kasus menyoroti kematian tidak alami yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kecelakaan lalu lintas, tenggelam, pembunuhan, dan lain-lain. Diketahui bahwa jumlah kasus kematian tidak alami tertinggi terjadi pada tahun 2014. Hal ini mengindikasikan potensi area untuk meningkatkan keselamatan publik dimana terdapat kasus kematian yang tidak dapat ditentukan penyebabnya, dengan jumlah tertinggi tercatat pada tahun 2017. Selain itu juga menggambarkan kompleksitas beberapa kasus kematian dan perlunya penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan penyebabnya dengan tepat.

Penelitian terkait verbal autopsy juga berhubungan erat dengan Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu agenda global untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan yang baik (SDG 3) dan menjamin pendidikan berkualitas yang inklusif dan adil (SDG 4). Dengan memahami pola kematian, studi ini dapat membantu membentuk kebijakan yang dapat meningkatkan kesehatan publik, dan memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam mencapai masyarakat yang lebih sehat. Penelitian terkait verbal autopsy seperti ini sangat penting untuk menghadapi kompleksitas kematian, dan membuka jalan bagi strategi berbasis bukti untuk meningkatkan sistem kesehatan, memperkuat langkah-langkah keselamatan publik, dan pada akhirnya berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan yang lebih luas.

Penulis: Caesaria Dewi Fitriani
Editor: Naufal Farah Azizah & Septi Kurnia Lestari
Ilustrasi: dibuat menggunakan AI ∙ 7 Maret 2024 jam 15:05

Sumber:
Using Sleman’s Verbal Autopsy Health and Demographic Surveillance Data to Distinguish Ways of Death. (2021). Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology, 15(3), 2685-2692.

Gigi berlubang atau karies gigi adalah penyakit yang menyerang jaringan keras gigi. Gigi berlubang disebabkan oleh beberapa faktor baik secara internal maupun eksternal. Karies gigi bisa terjadi pada berbagai tahapan kehidupan, tak terkecuali remaja. Penelitian tersarang di Health and Demographic Surveillance System (HDSS) yang diketuai oleh Bambang Priyono dkk menemukan bahwa remaja yang tinggal di perkotaan memiliki risiko gigi berlubang yang lebih rendah dibandingkan dengan yang bertempat tinggal di wilayah pedesaan.

Penelitian tersebut meneliti hubungan antara tempat tinggal (perkotaan atau pedesaan) dan kondisi sosial ekonomi orang tua dengan risiko gigi berlubang pada remaja di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini melibatkan 275 remaja di Kabupaten Sleman dan menggunakan metode survei analitik dengan desain potong lintang yang dengan responden merupakan remaja berusia 13-15 tahun.  Para peneliti mengukur risiko gigi berlubang menggunakan suatu metode yang mempertimbangkan 10 variabel, termasuk faktor perilaku dan kebiasaan makan. 

Meskipun prevalensi gigi berlubang di kedua kelompok – perkotaan (70,7%) dan pedesaan (81,95%) – terbilang tinggi, hasil analisis statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara faktor tempat tinggal dan kondisi sosio ekonomi orang tua terhadap kejadian karies gigi pada remaja.  Artinya, remaja yang tinggal di perkotaan atau pedesaan, serta yang berasal dari keluarga dengan ekonomi beragam, memiliki risiko gigi berlubang yang serupa. 

Meskipun Kabupaten Sleman merupakan daerah berkembang dan memiliki wilayah perkotaan dan pedesaan, penelitian ini tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dan status sosial ekonomi orang tua dengan risiko gigi berlubang pada remaja. 

Temuan ini mematahkan anggapan umum bahwa remaja di perkotaan atau dari keluarga dengan ekonomi lebih baik memiliki risiko gigi berlubang yang lebih rendah.  Hal ini mengindikasikan bahwa faktor-faktor lain, di luar tempat tinggal dan ekonomi orang tua, berperan lebih besar dalam mempengaruhi risiko gigi berlubang pada remaja. 

Para peneliti menduga faktor-faktor seperti kurangnya pengetahuan tentang kesehatan gigi mulut, kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman manis, serta akses ke layanan kesehatan gigi yang tidak memadai, mungkin menjadi faktor yang lebih dominan. 

Temuan penelitian ini memberikan beberapa gambaran upaya untuk mendukung tercapainya beberapa Sustainable Development Goals (SDGs) diantaranya: 

  • SDG 3 (Kesehatan dan Kesejahteraan yang Baik): Mempromosikan kesehatan mulut yang baik dan mencegah gigi berlubang berkontribusi langsung terhadap kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan, sejalan dengan fokus SDG 3 untuk memastikan kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan untuk semua orang di segala usia.
  • SDG 4 (Pendidikan Berkualitas): Mendidik masyarakat tentang pentingnya kebersihan mulut dan kebiasaan makan sehat sejalan dengan tujuan SDG 4 untuk memastikan pendidikan berkualitas yang inklusif dan adil serta mendorong kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua.
  • SDG 10 (Pengurangan Kesenjangan): Menyorot kebutuhan akan akses yang sama ke perawatan gigi untuk mengatasi tujuan pengurangan kesenjangan di dalam dan antar negara (SDG 10) dengan memastikan semua remaja memiliki kesempatan untuk kesehatan mulut yang baik.
  • SDG 11 (Kota dan Komunitas Berkelanjutan): Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mulut di daerah perkotaan dan pedesaan berkontribusi pada penciptaan kota dan komunitas yang berkelanjutan dan inklusif (SDG 11) dengan mengatasi disparitas kesehatan dan mendorong kesejahteraan bagi semua penduduk.

Dengan memahami faktor-faktor risiko yang sebenarnya, upaya pencegahan dan penanganan gigi berlubang pada remaja dapat dilakukan dengan lebih tepat sasaran.  Masyarakat perlu diedukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut sejak dini, serta memilih pola makan yang sehat.  Selain itu, perlu dipastikan adanya akses yang setara terhadap layanan kesehatan gigi bagi semua remaja, terlepas dari latar belakang mereka.

 

Penulis: Wing Ma Intan
Editor: Naufal Farah Azizah
Ilustrasi: dibuat menggunakan AI ∙ 13 Maret 2024 jam 13:42

Referensi:
Priyono, B., Kusnanto, H., Supartinah, A., & Pramono, D. (2016). Correlation between predictions to get a new dental caries with residence area and parental socio-economic conditions in adolescents in Sleman DIY. Majalah Kedokteran Gigi49(3), 115-119.