Mengeksplorasi Faktor-faktor Sosiodemografis yang Mempengaruhi Pola Makan di Sleman

Kabupaten Sleman yang merupakan jantung Provinsi Yogyakarta identik dengan penduduknya yang berumur panjang namun bergulat dengan bayang-bayang penyakit tidak menular (PTM). Diantara berbagai faktor yang berkontribusi pada paradoks ini, sorotan tajam mengarah pada pada peranan diet atau konsumsi makanan. 

Menelusuri jalinan rumit pengaruh sosial, sebuah studi memulai pencarian untuk mengurai determinan sosiodemografi yang membentuk kebiasaan makan dalam masyarakat, selaras dengan misi utama Sustainable Development Goals (SDGs) SDG Tujuan 3: Memastikan kehidupan sehat dan mendorong kesejahteraan untuk semua di segala usia.

Menelusuri pengaruh sosiodemografi, penelitian ini menemukan determinan penting yang membentuk kebiasaan makan. Data sekunder yang dieksplorasi merupakan preferensi diet 4.963 orang dewasa yang terdaftar sebagai responden HDSS Sleman. Penelitian ini menemukan sebuah potret kebiasaan makan penduduk Sleman yang cukup mengejutkan. Sebanyak 82,4% responden mengaku sering mengonsumsi makanan manis dan 62% responden mengonsumsi makanan berlemak tinggi. Monosodium glutamate (MSG), si penambah rasa, yang lebih dikenal dengan sebutan micin dengan kadar tinggi dikonsumsi 75,5% responden. Kenikmatan makanan dengan cita rasa asin juga menguasai selera 46% responden.

Perempuan dan individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki pola makan yang lebih sehat. Perempuan cenderung jarang mengonsumsi makanan manis dan minuman manis dibandingkan dengan pria. Demikian pula, mereka dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi menunjukkan kemungkinan lebih rendah untuk memiliki kebiasaan makan yang tidak sehat. 

Selain jenis kelamin dan pendidikan, ditemukan pula hubungan potensial antara status sosial ekonomi dan lokasi tempat tinggal terhadap praktik makanan yang lebih sehat. Semakin tinggi status ekonomi rumah tangganya semakin sering seseorang mengonsumsi makanan dan minuman manis. Sebaliknya, individu yang lebih tua dan mereka dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih jarang mengonsumsi makanan dengan MSG.  Individu yang lebih tua, terutama mereka yang berusia 50 tahun ke atas, juga lebih jarang mengonsumsi makanan dengan kandungan garam dan lemak tinggi. Temuan ini mengindikasikan perubahan preferensi makanan di berbagai tahap kehidupan, dengan individu yang lebih tua menunjukkan kecenderungan menuju pilihan yang lebih sadar akan kesehatan.

Memahami hubungan yang kompleks antara faktor sosiodemografi dan kebiasaan makan sangat penting untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan di Sleman. Dengan memanfaatkan wawasan ini, pembuat kebijakan dan ahli kesehatan masyarakat dapat memetakan jalan menuju promosi pola makan yang lebih sehat, misalnya dengan menciptakan lingkungan yang mendukung pilihan makanan yang lebih sehat. Sehingga pada akhirnya berkontribusi pada pencapaian SDG Tujuan 3 dan membina komunitas di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk menjalani hidup sehat.

 

Penulis: Septi Kurnia Lestari
Editor: Naufal Farah Azizah
Ilustrasi: Generated with AI ∙ 23 February 2024 at 12:05 pm

 

Referensi:

Lestari, S. K., Hartriyanti, Y., & Wardani, R. K. (2022). Unhealthy Diets among Adult Populations in Sleman Districts, Yogyakarta: Pattern and Related Sociodemographic Determinants, Findings from Sleman HDSS. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 10(2), 103-113. https://doi.org/10.14710/jgi.10.2.103-113

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.